Refleksi Diri Sang Guru
Oleh : Mulyadi, S.Pd
(Guru Bahasa Inggris SMP Muhammadiyah 1 Kudus, Calon Guru Penggerak Angkatan 5)
Pengajaran dan Pendidikan memiliki pengertian yang berbeda, dimana kebanyakan orang beranggapan bahwa kedua kata tersebut memiliki pengertian yang sama.
Maksud Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat[1].
Sedangkan Pengajaran yaitu: proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Dan ini menjadi bagian dari pendidikan[1]
( Ki Hajar Dewantara )
Mendengar penjelasan diatas, mengingatkan saya 18 tahun yang lalu dimana saya pertama kali menjadi seorang guru tepatnya pada tahun 2004 silam. Melihat perjalanan hidup saya mengabdi sebagai pendidik bukan perjalanan yang singkat dan sudah mencetak generasi - generasi emas lebih dari 15 generasi.
Apakah itu sudah dianggap berhasil? Saya kira itu belum begitu berhasil, karena hakikat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat[2].
Berdasarkan Filosofi dari Ki Hajar Dewantara tersebut yang saya pelajari didalam modul 1.1 melalui program penggerak ini, saya lebih mengetahui bagaimana harus memperlakukan siswa. Selain itu setelah memdalami filosofi KHD, Pengalaman menjadi guru dalam mengajar dan membersamai murid saya selama ini kembali muncul. Menggunakan cermin pemikiran Ki Hajar Dewantara betapa banyak koreksi diri yang harus saya lakukan. Banyak kesalahan yang saya lakukan selama ini. Ada beberapa hal yang dapat saya catat untuk membentuk anak/siswa berkepribadian dan berwawasan global diantaranya:
Yang pertama, “Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri" . Kesalahan terbesar saya disini, saya menganggap anak adalah kertas kosong dimana saya bisa menggambarkan apa yang saya inginkan, termasuk ketika pembelajaran, anak hanya sebagai Objek bukan sebagai subjek atau istilah lainnya teacher center. Sehingga jarang memberikan kesempatan kepada anak didik saya untuk tumbuh dan berkembang sesuai inisiatif mereka. Sesuai dengan filosofi KHD diatas dapat saya ambil pelajaran dalam menuntun dan mengarahkan anak, kita hendaknya memposisikan anak sebagai subjek dimana potensi mereka yang awal mula masih samar - samar, dengan motivasi kita sebagai guru, anak tersebut mampu menebalkan potensinya sendiri. Anak diberikan kesempatan untuk bisa menentukan kodratnya dengan tuntunan dan arahan dari kita sebagai guru.
Kedua, Menurut KHD, anak memiliki Kodrat alam dan Kodrat zaman. Kodrat alam disini mengandung arti, kita sebagai guru harus bisa memposisikan diri dan juga mampu menentukan materi pelajaran sesuai dengan lingkungan belajar anak. Contohnya pada materi pelajaran bahasa Inggris yang saya ampu, saya memberikan materi terkait Descriptive text. Melihat letak geografis sekolah yang berdekatan dengan ikon kota kami, yaitu Menara Kudus, maka anak - anak mencoba untuk mendeskripsikan bangunan tersebut. Hal ini sesuai dengan penglihatan baik secara visual maupun secara Audio, dimana mereka bisa melihat secara langsung atau mendengar cerita dari para ahli yang hidup disekitar Menara Kudus. Selain itu, Kodrat zaman disini mengandung maksud, kita sebagai guru harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Seperti sekarang ini, kita mengenal mengenal generasi sekarang sebagai generai Z dimana mereka hidup pada era teknologi yang berkembang pesat. Disini kita juga harus mampu dan mau berubah dalam pembelajaran. Hal ini sangat bermanfaat dalam keberlangsungan pembelajaran baik di kelas maupun di sekolah. Anak tidak mudah bosan dan jenuh, bahkan jika kita bisa menerapkanstrategi pembelajaran yang tepat, anak - anak akan merasa senang, nyaman dan aman selama KBM berlangsung. Pendekatan dan kedekatan kita kepada anak tidak sebatas pada kegiatan belajar mengajar akan tetapi pada kehidupan keseharian mereka. Kita bisa menjadi guru, teman dan bahkan sahabat.
Ketiga, Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).[3]. Kita sebagai guru harus bisa memberikan pembelajaran tidak hanya bersifat kognitif akan tetapi juga holistik, Karena budi pekerti ini dapat menimbulkan raga dan karya melalui pembelajaran yang menyenangkan bisa melalui permainan baik tradisional maupun sesuai dengan perkembangan zaman sebagai contoh melalui Quizziz.
Setelah menyelami pemikiran Ki Hajar Dewantara saya menyadari harus banyak berbenah. Banyak memperbaiki diri. Banyak belajar. Saya menyadari bahwa anak didik merupakan subyek yang merdeka. Mereka memiliki kehendak, bakat, dan potensi yang harus berkembang secara merdeka. Tugas guru adalah menuntut anak didik untuk menemukan jalan agar bisa mencapai tujuan Pendidikan sebagaimana digariskan oleh Ki Hajar Dewantara yakni mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Referensi:
Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937
Read More..